Menentukan Visi Pendidikan Anak
Ketika mengawali kehidupan rumah
tangga, suami dan istri haruslah menentukan visi hidup bersama terlebih dahulu
agar rumah tangga berjalan seiya sekata, senada dan seirama. Terutama dalam
menentukan pendidikan anak nantinya. Visi utama adalah menjadikan keluarga
terbebas dari api neraka dan masuk surga bersama-sama. Allah Ta’ala berfirman;
فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.
“ Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Ali Imran: 185)
Masing-masing
suami dan istri harus siap untuk memperbaiki diri dan senantiasa mengingat
betul arah tujuan keluarga tersebut. Sehingga keluarga tumbuh dalam suasana
yang religius dan agamis. Visi di atas bukan hanya sekedar simbol saja, akan
tetapi ditunjang dengan misi berupa praktek dan penerapannya di dalam rumah. Faktor
agama menjadi nomor satu dalam mendidik anak-anak. Indikator keberhasilannya
tatkala anak memiliki aqidah yang benar, adab dan akhlak yang baik, serta mampu
menjalankan ibadah hariannya secara mandiri.
Anak Adalah Amanah
Anak adalah amanah Allah Ta’ala
bagi orangtuanya. Hatinya masih suci ibarat mutiara yang masih polos, tanpa
goresan apalagi ukiran. Mutiara itu siap diukir dan akan cenderung kepada apa
saja yang mempengaruhinya. Jika ia dibiasakan berperilaku baik dan diajari yang
baik-baik, niscaya ia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Hasilnya, orangtua
akan bahagia dunia dan akhirat. Sebaliknya jika ia dibiasakan berbuat buruk
atau dibiarkan begitu saja seperti layaknya binatang ternak, niscaya ia kan
menjadi anak yang menyimpang dan menjadi penyebab kesedihan dan kesengsaraan bagi
kedua orangtuanya.
Semua itu bergantung kepada
orangtuanya dan rumah sebagai tempat tumbuh kembangnya. Hal yang pertama yang
dilihat anak adalah keduanya, kemudian terekam dalam benaknya gambaran
kehidupan. Rasulullah ﷺ bersabda,”Setiap anak terlahir dalam
keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau
Majusi.” (HR Bukhari no. 1835)
Inilah masa keemasan yang tidak
boleh disia-siakan. Pendidikan yang baik adalah hak anak dan kewajiban
orangtua. Pendidikan bukanlah hibah ataupun hadiah yang turun dari langit
begitu saja. Tanggung jawab orangtua
terhadap anak bukan sekedar memberinya makan kenyang, pakaian bagus ataupun
rumah yang lapang. Tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan
terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah. Allah Ta’ala
berfirman;
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)
Berkenaan dengan ayat di atas,
Ali bin Abi Thalib mengatakan,”Yakni ajarilah dirimu dan keluargamu nilai-nilai
kebaikan.”
Ini adalah amanah Allah Ta’ala
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah ini. Rasulullah ﷺ bersabda:“Kamu semua adalah pemimpin
dan kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya...Seorang lelaki adalah
pemimpin atas keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita
adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan anak-anaknya. Dan ia akan ditanyai
tentang mereka. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan kamu akan ditanya
tentang apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhari no. 893 dan Muslim no. 4828)
Berbagi Peran, Berbagi Tugas
Seorang ayah memiliki tugas untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bekerja keras banting tulang untuk menafkahi
anak dan istrinya. Allah Ta’ala berfirman;
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ
“Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS An-Nisa: 34)
Namun, bukan
hanya itu saja. Di dalam keluarga, dengan beberapa anak yang akan diberikan
pendidikan, ayah bertindak sebagai kepala sekolahnya, yang akan menentukan
kemana pendidikan tersebut diarahkan. Sedangkan ibu bertindak sebagai al-madrasatul
ula yaitu sebagai sekolah yang pertama, sehingga ibu bertindak sebagai guru
utama bagi anak-anaknya. Ibu bertugas memberi pendidikan sejak anak dalam
kandungan, ketika lahir, bahkan hingga dewasa nanti.
Ayah Mendidik Dengan Maskulin, Ibu Mendidik Dengan
Feminim
Laki-laki dan perempuan memiliki
karakter yang berbanding terbalik. Laki-laki dengan sifat maskulin dan
perempuan dengan sifat feminimnya. Masing-masing sifat tersebut harus terekam
dalam diri anak agar pertumbuhannya sesuai dengan fitrah. Anak-laki-laki belajar
mengembangkan karakter maskulinnya seperti ayah, sedangkan anak perempuan
mengembangkan karakter feminimnya seperti ibu.
Membentuk
karakter maskulin pada anak laki-laki:
a.
Memberikan
keteladanan pada anak
b.
Melatih kekuatan
fisik dengan mengajaknya berolah-raga dan kegiatan yang melibatkan fisik anak.
c.
Membangun pola
pikir rasional, tidak larut dengan perasaan.
d.
Mengajari
kedisiplinan dan komitmen
e.
Melatih
keberanian
f.
Melatih
kepemimpinan
g.
Melatih karakter
feminim secukupnya: sabar, penyayang, pemaaf.
Membentuk
karakter feminim pada anak perempuan:
a.
Memberikan
keteladanan pada anak
b.
Melatih
kecerdasan berbahasa (komunikasi)
c.
Melatih
kesabaran
d.
Menumbuhkan
empati dan kasih sayang: merawat binatang, kegiatan sosial.
e.
Melatih karakter
maskulin secukupnya: berani, disiplin, komitmen, dll.
Mendoakan Anak
Manusia pada dasarnya adalah
lemah tanpa pertolongan dari Allah. Hendaknya kedua orang tua tidak putus untuk
meminta kepada Allah Ta’ala, agar anak-anaknya menjadi anak-anak yang
shalih/shalihah dan berbakti kepada keduanya di masa tua nanti.
Memang tugas dan tanggung jawab
untuk mendidik anak tidak ringan. Melaksanakan tanggung jawab ini tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Ujian dan rintangan mungkin muncul silih berganti.
Rasa letih dan bosan kadang datang mendera. Sementara setan terus membuat makar
dan tipu daya untuk mematahkan semangat kita. Apalagi tabiat dasar manusia
adalah suka berkeluh kesah. Allah Ta’ala berfirman;
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi kikir.” (QS Al-Ma’arij: 19)
Jauhilah sifat ini sebisa
mungkin. Ingat, keluh kesah hanya membawa kerugian. Sebab, sekecil apapun tugas
dan tanggung jawab, bila disikapi dengan keluh kesah, amarah dan perasaan tidak
ikhlas maka tugas ringan menjadi beban berat. Lebih rugi lagi, hati menjadi
tidak ikhlas sehingga membuat orangtua terluput dari pahala. Inilah kerugian di
atas kerugian, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Di dunia kita merasa
terbebani di akhirat tidak ada catatan pahala di sisi Allah.
Penyusun: Djati Purnomo Sidhi, S.H
Referensi:
Istadi, Irawati. 2017. Rumahku,
Tempat Belajarku: Menjadikan Rumah Sebagai Basis Peradaban, Yogyakarta:
Pro-U Media.
Choiriyah, Ummu Ihsan & Abu
Ihsan Al-Atsary. 2012. Mencetak Generasi Rabbani: Mendidik Buah Hati
Menggapai Ridha Ilahi. Cetakan Keempat, Bogor: Darul Ilmi Publishing.