Rabu, 14 September 2016

Karena Ilmu Syar'i Lebih Pantas Untuk Didatangi


Ilmu syar’i atau ilmu agama adalah ilmu yang sangat mulia, bagaikan mutiara yang terpendam di dasar lautan. Tak heran jika banyak yang memburunya. Beragam media sudah lengkap tersedia untuk mereguk nikmatnya ilmu agama. Mulai dari kaset, cd, internet, kitab, kajian rutin, dan lain sebagainya.

                Kini tren mencari ilmu syar’i sudah semakin tergeser, seorang cukup duduk santai bertemankan kopi/teh sambil mendengarkan suara merdu ustadz-ustadz kenamaan. Ataupun cukup dengan membaca buku sambil leyeh-leyeh (jw. santai-santai) di atas dipan.
                Cara-cara tersebut di atas memang tidak terlarang, namun kenyataanya banyak orang yang hanya mencukupkan dirinya dengan hal-hal tersebut. Tanpa ada semangat lagi dan terkesan ogah-ogahan untuk mendatangi majelis ilmu di masjid-masjid.
                Inilah fenomena yang menimpa sebagian orang, di tengah maju pesatnya teknologi. Teknologi yang ada seakan memanjakan dan menjadikan malas untuk mendatangi majelis ilmu yang diadakan di kota tempat tinggalnya. Beralasan bahwa ustadz-ustadz yang didengarkan di mp3 atau kaset lebih senior dan lebih mumpuni ilmunya daripada ustadz yang biasa mengajar kajian di kotanya sendiri.
                Mencari dan memahami ilmu melalui penjelasan guru secara langsung adalah metode belajar yang paling utama, dan itulah yang dipraktekan oleh para ulama terdahulu dari kalangan salaf.
                Marilah kita dengar penuturan Ibnu Abbas rhadiyallahu ‘anhuma mengenai perjalannanya mencari ilmu. Ibnu Abbas bercerita, “Ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam wafat, aku berkata kepada seorang lelaki dari kalangan Anshor, “Ayo kita bertanya kepada para Sahabat Rasulullah, mumpung masih banyak yang hidup diantara mereka”. Dia menjawab,”Kamu ini aneh wahai Ibnu Abbas, apa kamu kira manusia akan membutuhkanmu, sedangka para sahabat masih ada!?” lelaki tersebut enggan dan meninggalkan Ibnu Abbas mencari ilmu sendirian.
Lalu Ibnu Abbas mulai bertanya tentang hadis kepada para Sahabat. Suatu waktu sampailah kepadaku sebuah hadis dari seorang lelaki. Akupun mendatangi rumahnya, ternyata dia sedang tidur siang. Sambil menunggunya aku menggelar selendangku untuk tiduran didepan pintunya, tubuhku diterpa oleh angin gurun yang bercampur pasir.
Tak lama setelah itu, lelaki itu bangun dan keluar rumah. Dia menemukanku tiduran didepan pintunya, lalu berkata “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang membuatmu mendatangiku, kenapa tidak menyuruh utusan saja agar aku yang datang kepadamu”. Ibnu Abbas menjawab, “Aku lebih berhak untuk mendatangimu”. Kemudian Ibnu Abbas bertanya tentang hadis yang sampai kepadanya dari lelaki itu. Setelah rentang waktu yang lama Ibnu Abbas menjadi Ulama rujukan diantara manusia, dan lelaki Anshor  yang dulu diajaknya mencari ilmu masih hidup dan berkata, “pemuda ini lebih cerdas daripada aku”. (Diriwayatkan oleh Al-hakim, dan Al-Baihaqy dalam Al-Madkhol ila sunan, dan Al-khotib dalam Al-Jami’ Li akhlaki rowy wa adaabis saami’, dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ bayanil ilmi wa fadhlihi)
                Begitulah Ibnu Abbas dalam mencari ilmu, dengan kedudukannya sebagai sepupu Rasulullah mudah saja baginya untuk menyuruh orang datang kerumahnya menyampaikan hadis. Tapi Ibnu Abbas mengetahui bahwa ilmu syar’i adalah ilmu yang sangat mulia. Karena beliau merasa bahwa ilmu syar’i lebih pantas untuk didatangi.

Related Posts

0 komentar: