Minggu, 04 September 2016

Hukum Sholat Jum'at



Hari Jum’at adalah hari raya pekanan umat Islam. Dinamakan hari jum’at karena pada saat itu umat Islam berkumpul untuk menunaikan sholat jum’at secara bersama-sama. Selain itu hari Jum’at adalah hari yang terbaik di antara hari-hari yang lain dalam setiap pekannya.

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mengatakan,”Termasuk tuntunan nabi shallallahu ‘alahi wasallam adalah menghormati hari Jum’at dan memuliakannya, serta mengkhususkannya dengan ibadah dibanding hari yang lain (sholat jum’at, shalawat, pent).”[1]
Di antara kekhususan hari jum’at adalah disunnahkan untuk memperbanyak shalawat kepada nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam pada siang dan malam harinya. Berdasarkan sabda nabi yang artinya “Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari Jum’at ketika siang dan malamnya.” (HR Baihaqi)
Kekhususan terbesar di hari Jum’at adalah diselenggarakannya sholat Jum’at berjama’ah yang mana termasuk kewajiban yang paling penting dalam Islam, dan perkumpulan kaum muslimin yang agung. Barangsiapa yang meninggalkannya secara sengaja karena malas Allah akan mengunci hatinya[2].

Hukum Sholat Jum’at

Hukum sholat Jum’at adalah fardhu atau wajib menurut al-Qur’an, sunnah, dan kesepakatan para ulama. Adapun dalil dari al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9)
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tingalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumu’ah : 9)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan hambaNya agar bersegera, dan konsekuensi dari sebuah perintah adalah wajib. Dan tidaklah wajib untuk bersegera kecuali hukum yang dituju adalah wajib. Dan Allah melarang dari jual beli, agar tidak tersibukkan dari mengerjakan sholat Jum’at. Kalau saja hukumnya bukan wajib, pasti tidak dilarang untuk melakukan jual beli karena sholat jum’at[3].
Dalil yang berasal dari hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah riwayat Ibnu Umar dan Abu Hurairah radiyallahu ‘anhuma, bahwasanya mereka berdua mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
“Hendaknya suatu kaum benar-benar berhenti dari meninggalkan sholat jum’at, atau Allah akan mengunci hati-hati mereka dan mereka termasuk orang-orang yang lalai.” (HR Muslim no. 865)
Dari Hafshah bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Pergi menunaikan sholat jum’at wajib bagi setiap yang baligh.” (HR Nasa’i no. 1370 dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih an-Nasa’i 1/443)
Dalil ijmak bahwa ulama kaum muslimin sepakat bahwa sholat jum’at hukumnya adalah wajib. Ibnul Mundzir mengatakan,”Para ulama bersepakat bahwa sholat jum’at wajib bagi orang yang merdeka, baligh, bermukim dan tidak memiliki udzur.”[4]
Dari keterangan di atas menjadi jelas bahwa sholat jum’at hukumnya wajib bagi seorang muslim laki-laki yang merdeka, sudah baligh, dalam keadaan mukim tidak sedang bepergian, dan tidak memiliki udzur seperti sakit keras, hujan lebat, dan lain sebagainya.

Sholat Jum’at Bukan Badal Dari Sholat Dhuhur

Perlu diketahui bahwa sholat jum’at adalah sholat tersendiri, bukan sebagai ganti dari sholat dhuhur. Dikarenakan sholat jum’at berbeda dari sholat dhuhur dalam hukum-hukumnya. Sholat jum’at lebih utama dari sholat dhuhur bahkan lebih ditekankan lagi untuk melaksanakannya. Karena orang yang meninggalkannya dikenakan hukuman yang cukup keras. Juga karena sholat jum’at memiliki syarat-syarat dan kekhususan yang tidak ada pada sholat dhuhur[5].
Namun apabila terlambat mengerjakan sholat jum’at, maka wajib mengerjakan sholat dhuhur sebanyak empat raka’at.

Referensi :
Al-Mulakhos al-Fiqhi karya Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan
Shalatul Jumu’ah karya Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthaniy


[1] Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad 1/131
[2] Al-Mulakhos al-Fiqhiy (1/170-171)
[3] Al-Mughni karya Ibnu Qudamah 3/158, lihat juga Shalatul Jumu’ah hal. 9
[4] Al-Ijma’ karya Ibnul Mundzir hal. 44, lihat juga Shalatul jumu’ah hal. 10
[5] Al-Mulakhos al-Fiqhiy 1/177

Related Posts

0 komentar: