Sabtu, 26 September 2020

GOTONG ROYONG DALAM MENDIDIK ANAK

GOTONG ROYONG DALAM MENDIDIK ANAK

 Menentukan Visi Pendidikan Anak

Ketika mengawali kehidupan rumah tangga, suami dan istri haruslah menentukan visi hidup bersama terlebih dahulu agar rumah tangga berjalan seiya sekata, senada dan seirama. Terutama dalam menentukan pendidikan anak nantinya. Visi utama adalah menjadikan keluarga terbebas dari api neraka dan masuk surga bersama-sama. Allah Ta’ala berfirman;

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS Ali Imran: 185)

Masing-masing suami dan istri harus siap untuk memperbaiki diri dan senantiasa mengingat betul arah tujuan keluarga tersebut. Sehingga keluarga tumbuh dalam suasana yang religius dan agamis. Visi di atas bukan hanya sekedar simbol saja, akan tetapi ditunjang dengan misi berupa praktek dan penerapannya di dalam rumah. Faktor agama menjadi nomor satu dalam mendidik anak-anak. Indikator keberhasilannya tatkala anak memiliki aqidah yang benar, adab dan akhlak yang baik, serta mampu menjalankan ibadah hariannya secara mandiri.

Anak Adalah Amanah

Anak adalah amanah Allah Ta’ala bagi orangtuanya. Hatinya masih suci ibarat mutiara yang masih polos, tanpa goresan apalagi ukiran. Mutiara itu siap diukir dan akan cenderung kepada apa saja yang mempengaruhinya. Jika ia dibiasakan berperilaku baik dan diajari yang baik-baik, niscaya ia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Hasilnya, orangtua akan bahagia dunia dan akhirat. Sebaliknya jika ia dibiasakan berbuat buruk atau dibiarkan begitu saja seperti layaknya binatang ternak, niscaya ia kan menjadi anak yang menyimpang dan menjadi penyebab kesedihan dan kesengsaraan bagi kedua orangtuanya.

Semua itu bergantung kepada orangtuanya dan rumah sebagai tempat tumbuh kembangnya. Hal yang pertama yang dilihat anak adalah keduanya, kemudian terekam dalam benaknya gambaran kehidupan. Rasulullah bersabda,”Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari no. 1835)

Inilah masa keemasan yang tidak boleh disia-siakan. Pendidikan yang baik adalah hak anak dan kewajiban orangtua. Pendidikan bukanlah hibah ataupun hadiah yang turun dari langit begitu saja.  Tanggung jawab orangtua terhadap anak bukan sekedar memberinya makan kenyang, pakaian bagus ataupun rumah yang lapang. Tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah. Allah Ta’ala berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Berkenaan dengan ayat di atas, Ali bin Abi Thalib mengatakan,”Yakni ajarilah dirimu dan keluargamu nilai-nilai kebaikan.”

Ini adalah amanah Allah Ta’ala dan akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah ini. Rasulullah bersabda:“Kamu semua adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya...Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan anak-anaknya. Dan ia akan ditanyai tentang mereka. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhari no. 893 dan Muslim no. 4828)

Berbagi Peran, Berbagi Tugas

Seorang ayah memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bekerja keras banting tulang untuk menafkahi anak dan istrinya. Allah Ta’ala berfirman;

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS An-Nisa: 34)

Namun, bukan hanya itu saja. Di dalam keluarga, dengan beberapa anak yang akan diberikan pendidikan, ayah bertindak sebagai kepala sekolahnya, yang akan menentukan kemana pendidikan tersebut diarahkan. Sedangkan ibu bertindak sebagai al-madrasatul ula yaitu sebagai sekolah yang pertama, sehingga ibu bertindak sebagai guru utama bagi anak-anaknya. Ibu bertugas memberi pendidikan sejak anak dalam kandungan, ketika lahir, bahkan hingga dewasa nanti.

Ayah Mendidik Dengan Maskulin, Ibu Mendidik Dengan Feminim

Laki-laki dan perempuan memiliki karakter yang berbanding terbalik. Laki-laki dengan sifat maskulin dan perempuan dengan sifat feminimnya. Masing-masing sifat tersebut harus terekam dalam diri anak agar pertumbuhannya sesuai dengan fitrah. Anak-laki-laki belajar mengembangkan karakter maskulinnya seperti ayah, sedangkan anak perempuan mengembangkan karakter feminimnya seperti ibu.

Membentuk karakter maskulin pada anak laki-laki:

a.      Memberikan keteladanan pada anak

b.      Melatih kekuatan fisik dengan mengajaknya berolah-raga dan kegiatan yang melibatkan fisik anak.

c.       Membangun pola pikir rasional, tidak larut dengan perasaan.

d.      Mengajari kedisiplinan dan komitmen

e.      Melatih keberanian

f.        Melatih kepemimpinan

g.      Melatih karakter feminim secukupnya: sabar, penyayang, pemaaf.

Membentuk karakter feminim pada anak perempuan:

a.      Memberikan keteladanan pada anak

b.      Melatih kecerdasan berbahasa (komunikasi)

c.       Melatih kesabaran

d.      Menumbuhkan empati dan kasih sayang: merawat binatang, kegiatan sosial.

e.      Melatih karakter maskulin secukupnya: berani, disiplin, komitmen, dll.

Mendoakan Anak

Manusia pada dasarnya adalah lemah tanpa pertolongan dari Allah. Hendaknya kedua orang tua tidak putus untuk meminta kepada Allah Ta’ala, agar anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih/shalihah dan berbakti kepada keduanya di masa tua nanti.

Memang tugas dan tanggung jawab untuk mendidik anak tidak ringan. Melaksanakan tanggung jawab ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ujian dan rintangan mungkin muncul silih berganti. Rasa letih dan bosan kadang datang mendera. Sementara setan terus membuat makar dan tipu daya untuk mematahkan semangat kita. Apalagi tabiat dasar manusia adalah suka berkeluh kesah. Allah Ta’ala berfirman;

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (QS Al-Ma’arij: 19)

Jauhilah sifat ini sebisa mungkin. Ingat, keluh kesah hanya membawa kerugian. Sebab, sekecil apapun tugas dan tanggung jawab, bila disikapi dengan keluh kesah, amarah dan perasaan tidak ikhlas maka tugas ringan menjadi beban berat. Lebih rugi lagi, hati menjadi tidak ikhlas sehingga membuat orangtua terluput dari pahala. Inilah kerugian di atas kerugian, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Di dunia kita merasa terbebani di akhirat tidak ada catatan pahala di sisi Allah.

 

Penyusun: Djati Purnomo Sidhi, S.H

Referensi:

Istadi, Irawati. 2017. Rumahku, Tempat Belajarku: Menjadikan Rumah Sebagai Basis Peradaban, Yogyakarta: Pro-U Media.

Choiriyah, Ummu Ihsan & Abu Ihsan Al-Atsary. 2012. Mencetak Generasi Rabbani: Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi. Cetakan Keempat, Bogor: Darul Ilmi Publishing.