Senin, 16 Mei 2016

Muslim Anti Gegana (Gelisah, Galau, dan Merana)

Kehidupan adalah roda yang berputar. Suatu saat kita berada di atas yaitu dalam kegembiraan, dan ketentraman. Tak jarang roda berputar ke bawah, masalah datang menimpa. Hati yang tenang, berubah menjadi gegana alias gelisah, galau dan merana. Setiap orang pasti pernah merasakannya. Karena itulah bumbu kehidupan. Kehidupan tak selamanya bersenang-senang saja kan.
Sebagian orang berhasil mengatasi rasa galau dan merana yang melanda hatinya. Tapi sebagian yang lain, rasa itu tetap saja bercokol tak mau hilang. Alih-alih produktif berkarya, orang yang tertimpa gegana hanya senang berdiam diri, entah apa yang dipikirkan. Dilihat sungguh membosankan, malas-malasan jangan ditanya lagi. Inginnya hibernasi dalam goa kesendirian. Akhirnya segala macam cara pun diupayakan agar rasa itu hilang. Nulis diari, curhat ke teman, kakak, adik, ibu, bapak, pokoknya semua yang mau mendengarkan. Tapi na’udzubillah kalau sampai ada yang curhat ke orang pintar (paranormal).

Kepada Siapa Harta Nabi Muhammad Diwariskan?

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum diangkat menjadi nabi adalah seorang pedagang. Sama seperti profesi kebanyakan kaum Quraisy. Kegiatannya itu sudah beliau geluti sejak dalam asuhan pamannya, Abu Thalib. Perjalanan bisnis pertamanya adalah ke negeri Syam. Hingga menginjak usia 25 tahun, seorang saudagar kaya memberinya modal untuk menjualkan dagangannya. Tak terhitung keuntungan yang didapat oleh nabi kala itu membawa komoditas sang saudagar, yang nantinya akan menjadi istrinya. Khadijah. Bisa dikatakan bahwa kekayaan beliau cukup melimpah.
Setelah beliau diangkat menjadi rasul, beliau mendapatkan bagian khumus atau seperlima dari harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin. Bertambahlah harta kekayaan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Namun ada yang jadi pertanyaan, kemanakah harta nabi setelah beliau wafat?
Harta nabi Muhammad setelah beliau wafat tidak diwariskan kepada siapapun dari ahli warisnya. Tidak juga kepada Fathimah, putri nabi yang masih hidup kala itu. Atau kepada istri-istri beliau. Akan tetapi harta nabi setelah wafatnya disedekahkan. Hal ini berdasarkan riwayat-riwayat yang ada.
Dari Aisyah radiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Kami (para nabi, pent) tidak mewariskan. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits kedua berasal dari Umar bin Khattab bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,”Sesungguhnya kami para nabi tidak mewariskan. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.” (HR Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubro)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Ahli warisku tidaklah saling berbagi dinar. Apa yang aku tinggalkan setelah nafkah untuk istri-istriku, dan gaji pegawai adalah sedekah.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari hadits-hadits yang ada kita tahu bahwa harta nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau meninggal bukan diwariskan. Akan tetapi disedekahkan. Bukan dinikmati oleh ahli warisnya.
Hikmah yang terkandung dalam perkara tersebut, bahwa para nabi tidak mewariskan hartanya adalah; Karena Allah mengutus mereka untuk menyampaikan risalahNya, dan memerintahkan mereka agar tidak mengambil upah atas pekerjaannya itu. Allah berfirman,”Katakan wahai nabi bahwa aku tidak meminta upah kepada mereka.” (QS al-An’am : 9, asy-Syuro : 23). Begitulah perkataan Nuh, Hud, dan selain mereka ‘alaihimussalam.
Dikarenakan juga ada sebagian manusia menyangka bahwa kedudukan para nabi itu sejenis para raja, yangmana mereka menginginkan dunia dan kerajaannya. Maka Allah menjaga mereka dengan sepenuh penjagaan, tidak meninggalkan warisan untuk keluarganya.
Juga agar sebagian orang tidak berprasangka buruk bahwa para nabi hanya menginginkan dunia bagi ahli warisnya saja.

Djati Purnomo Sidhi

Musibah Yang Menimpa Menjadi Awal Kesuksesannya

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS al-Baqarah [2] : 216)
“Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS an-Nisa [4] : 19)

Alur kehidupan manusia memang sesuatu yang tak pernah bisa ditebak. Terkadang bahagia, tak jarang sengsara menyapa. Ada saat tertawa lepas, dan ada juga saat mata menghamburkan airmata. Kalau bisa diumpamakan, seperti sebuah perahu yang menyusuri aliran sungai. Sang nahkoda tidak akan pernah mengira apa yang akan menghadang perjalanannya. Karena mungkin saja kapal akan karam menghajar batu cadas, ataukah kapal itu akan selamat sampai tujuan yang diinginkan.

Menjadi Pedagang Tidak Seharusnya Membuat Anda Minder, Ini Alasannya


Apakah anda pernah merasa minder, ketika ditanya mengenai pekerjaan anda, karena anda hanya seorang pedagang di pasar?. Kalau anda menjawab iya maka saran yang tepat bagi anda adalah segera hilangkan rasa minder anda. Berbanggalah apabila anda ternyata seorang pedagang di pasar.
Mengapa? Karena pekerjaan yang anda lakoni sekarang adalah pekerjaan yang mulia. Walaupun menurut sebagian orang merupakan pekerjaan yang remeh, aib bahkan. Tapi anda tak perlu merasa gundah gulana. Karena pekerjaan anda benar-benar pekerjaan yang mulia.
Apa pasal? Pekerjaan anda saat ini adalah pekerjaan para nabi. Bahkan nabi panutan kita adalah seorang pedagang di pasar, dan beliau terbilang sebagai seorang pedagang yang sukses. Telah termasyhur kisah kepergian beliau ke Syam membawa barang dagangan milik Khadijah binti Khuwailid, dan beliau membawa pulang keuntugan yang amat besar.