وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ
يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".”(QS Luqman : 13)
Wasiat
yang pertama adalah larangan untuk berbuat kesyirikan. Berbuat syirik artinya
mempersembahkan ibadah yang seharusnya khusus bagi Allah, kepada yang lain.
Baik itu benda hidup atau benda mati. Dalam ayat ini dikatakan sebagai
kedzaliman yang paling besar, karena arti dzalim adalah ‘menempatkan sesuatu
tidak pada tempatnya’. Orang yang berbuat syirik berarti telah menempatkan
ibadah tidak pada tempatnya. Ibadah yang seharusnya bagi Allah saja, akan
tetapi malah ditujukan kepada selain Allah.
Mengapa
kesyirikan menempati wasiat pertama? Jawabannya karena kesyirikan memiliki
bahaya yang sangat menakutkan. Di antara bahaya kesyirikan :
- Orang yang berbuat kesyirikan dan tidak bertaubat dari perbuatan tersebut sebelum meninggal tidak akan diampuni oleh Allah ta’ala;
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa : 48)
- Seluruh amalan kebaikan yang dilakukannya tidak akan diterima oleh Allah, hanya akan menjadi sia-sia bagaikan debu yang berterbangan.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا
عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapi segala
amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan.” (QS. Al-Furqan : 23)
- Diharamkan surga bagi orang-orang musyrik.
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun.” (Al-Maidah : 72)
Contoh
nyatanya apa yang terjadi ketika terjadi panen, bukannya bersyukur kepada Allah
tetapi ada sebagian orang membuat sesajen kemudian meletakkannya di pojok-pojok
sawah sebagai persembahan kepada Dewi Sri. Padahal Allah ta’ala yang memberikan
mereka panen melimpah.
Lalu ada juga acara larung kepala kerbau ke Laut
selatan, diberikan kepada Nyi Roro Kidul dengan harapan agar terhindar dari
malapetaka. Menyembelih merupakan salah satu bentuk ibadah, apabila diberikan
untuk Nyi Roro Kidul maka ini jelas kesyirikannya. Tidakkah mereka mengetahui
bahwasanya hanya Allah saja yang mampu melindungi hamba-hambaNya dari
malapetaka. Mengapa mereka malah meminta pertolongan kepada selain Allah.
Termasuk
kesyirikan adalah riya’, karena orang yang berbuat riya ia mengharap pujian
orang lain dalam ibadahnya. Sehingga ibadah yang seharusnya ditujukan kepada
Allah malah dibuat untuk mencari pujian dari Allah, dan tidak mengharapkan
keridhoanNya. Hukuman bagi orang yang riya’ dalam beramal ia akan disungkurkan
wajahnya ke dalam neraka. Sebagaimana ditunjukan dalam hadits yang bercerita
tentang orang yang berjihad, mempelajari ilmu, serta menjadi qari’.
Wasiat yang kedua adalah perintah untuk berbakti kepada kedua
orangtua;
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.”(QS Luqman : 14)
Pada
ayat ini Luqman menggandengkan wasiatnya agar puteranya beribadah kepada Allah
kemudian berwasiat untuk berbakti kepada kedua orangtua. Karena besarnya hak
kedua orangtua. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, sedangkan
ayahnya telah memberikan nafkah bagi anaknya. Sehingga keduanya mempunyai hak
atas anak mereka, yaitu agar mereka bersyukur kepada Allah kemudian kepada
kedua orangtuanya.
Yang
dimaksud dengan berbakti kepada kedua orangtua adalah sebagai berikut:
برهما يكو بطاعتهما فيما يأمران به ما لم
يكن بمحظور، وتقديم أمرهما على فعل النافلة، والاجتناب لما نهيا عنه، والإنفاق
عليهما، والتوخي لشهواتهما، والمبالغة في خدمتهما، واستعمال الأدب والهيبة لهما،
فلا يرفع الولد صوته، ولا يحدق إليهما، ولا يدعوهما باسمهما، ويمشي وراءهما، ويصبر
على ما يكره مما يصدر منهما.
Mentaati perintah keduanya
selama bukan berupa maksiat, mendahulukan perintah keduanya dibanding amalan
sunah, meninggalkan apa yang mereka larang, memberi nafkah kepada keduanya, memenuhi keinginan keduanya, banyak membantu pekerjaannya,
bertatakrama, tidak mengeraskan suara dihadapan keduanya, tidak membohonginya,
tidak memandangnya dengan tajam, tidak memanggil dengan namanya saja, berjalan
di belakangnya, dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disukai dari keduanya.
Marilah
kita lihat potret para ulama dalam berbakti kepada kedua orangtuanya. Suatu
hari Ibnu Umar melihat seseorang yang menggendong ibunya sambil thawaf
mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar,”Wahai Ibnu
Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas semua kebaikan ibuku?” Ibnu
Umar menjawab,”Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu.
Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang
banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan. (Al-Kabaa’ir)
Haiwah binti Syuraih adalah seorang ulama besar,
suatu hari ketika beliau sedang mengajar, ibunya memanggil. “Hai Haiwah,
berdirilah! Berilah makan ayam-ayam dengan gandum.” Mendengar panggilan ibunya
beliau lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya. (al-Birr wash shilah)
Jangan sampai kita menjadi
orang yang merugi ketika orangtua kita masih sehat tapi tidak bisa menambah
pundi-pundi pahala kita. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam;
«رَغِمَ أَنْفُهُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ، ثُمَّ
رَغِمَ أَنْفُهُ» قِيلَ: مَنْ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «مَنْ أَدْرَكَ
وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ، أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا، ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ
الْجَنَّةَ»
“Sungguh
celaka, sungguh celaka, sungguh celaka ! siapa wahai Rasulullah? :”Siapa saja
yang mendapati orangtuanya ketika sudah tua, salah satu atau keduanya tapi
tidak bisa masuk surga.” HR Muslim
Semoga
kita dimudahkan oleh Allah ta’ala untuk melaksanakan wasiat terindah yang
keluar dari lisan seorang hamba yang shaleh. Lukman al-Hakim kepada putranya.
Tentunya wasiat ini sumber kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Oleh : Djati Purnomo
0 komentar: