Senin, 16 Mei 2016

Imam Shalat Berjamaáh Haruskah Paling Tua?

Keadaan para imam shalat di kebanyakan masjid yang ada saat ini bisa dibilang memprihatinkan. Dengan tubuh yang renta karena sudah dimakan usia, ditambah dengan bacaan yang tidak jelas, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah tajwid. Sehingga bacaannya terdengar belepotan bagi orang yang sudah mempelajari ilmu tajwid. Inilah keadaan yang membuat kita mengelus dada.

Imam shalat berjamaah mempunyai kedudukan dan keutamaan yang sangat besar. Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjadi imam kubra (negara) ataupun imam shalat berjama’ah selama hidupnya. Hanya beberapa kali saja posisinya digantikan oleh orang lain. Seperti tatkala beliau sakit. Beliau menunjuk Abu Bakr sebagai imam penggantinya.

Oleh karena kedudukan seorang imam yang ikut menentukan shalat makmumnya dan keutamaannya, ada beberapa kriteria yang membuat seseorang berhak menjadi imam shalat berjama’ah. Orang yang didahulukan untuk menjadi imam adalah orang yang paling baik bacaan al-Qur’annya. Baik bacaan al-Qur’annya bukan hanya bagus nada tilawahnya, akan tetapi yang bagus penguasaan tajwidnya. Allah ta’ala menerangkan dalam al-Qur’an yang artinya;
“Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan)”. (QS al-Muzzamil : 4)
Dalam tafsir Qurtubhiy ketika menerangkan ayat di atas dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah bacaan yang teratur, tersusun rapi, dan mengikuti aturan. (Tafsir Qurtubhiy 19/37).
Rasulullah menyebutkan tentang orang yang paling berhak untuk maju menjadi imam. Beliau bersabda;
إِذَا كَانُوا ثَلَاثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ، وَأَحَقُّهُمْ بِالْإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ (مسلم : 672)
“Apabila mereka ada tiga orang, maka majulah seorang menjadi imam. Dan orang yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling baik bacaannya.” (HR Muslim no. 672)
Lebih jelas lagi dijelaskan dalam sebuah hadits yang berasal dari sahabat Abu Mas’ud. Beliau mendengar Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda;
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ، وَأَقْدَمُهُمْ قِرَاءَةً، فَإِنْ كَانَتْ قِرَاءَتُهُمْ سَوَاءً، فَلْيَؤُمَّهُمْ أَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً، فَلْيَؤُمَّهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا (مسلم : 673)
“Yang mengimami sebuah kaum adalah orang yang paling baik bacaan al-Qur’annya, dan paling banyak hafalannya. Kemudian apabila ada yang sama baiknya, dikedepankan yang paling dahulu berhijrah. Apabila mereka sama dalam hijrah, maka yang paling tua umurnya.” (HR Muslim no. 673)
Kurang tepatlah praktek di masyarakat kita yang memajukan orang tua menjadi imam tanpa memperhatikan bagaimana bacaannya. Apakah menguasai tajwid atau tidak ketika membaca al-Qur’an. Namun apabila ada orang tua yang bacaannya baik serta tepat tajwidnya maka itu adalah yang paling utama untuk menjadi imam.

Related Posts

0 komentar: