Senin, 16 Mei 2016

Haruskah Mendidik Anak Tanpa Melarang?


Hasan bin Ali mengambil kurma sedekah kemudian memasukannya ke dalam mulut bersiap memakannya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berseru,”jangan jangan !!!, buanglah kurma itu, apakah engkau tidak tahu bahwa kita tidak boleh memakan sedekah?”. HR Bukhari dan Muslim
Seorang Ibu mengeluhkan kelakuan anaknya yang baru duduk di bangku TK, apa pasal? Ternyata tembok rumah yang belum lama dicat dicorat-coret oleh anaknya itu. Tentu sangat disayangkan sekali, tembok yang bersih harus kotor oleh pensil dan spidol disebabkan perilaku anaknya.
Usut punya usut, anak tersebut bersekolah di sebuah TK yangmana guru-guru di sekolahnya tidak pernah melarang apapun yang dilakukan oleh anak didik. Dengan alasan bahwa melarang-larang anak hanya akan mematikan kreatifitas sang anak.
Sang ibu baru menyadari bahwa pengajaran yang didapatnya dari sekolah berdampak pada kelakuan anak yang semaunya sendiri. Pantas saja ibu itu mengeluh, karena memang sejatinya sudah ada media khusus untuk menggambar yaitu kertas, bukan tembok. Karena tidak pernah dilarang oleh guru-gurunya, anak itu tidak mengerti bahwa yang dilakukannya tidak boleh.
Sistem pengajaran seperti ini ternyata sedang marak diaplikasikan bagi anak-anak. Tidak boleh melarang anak-anak untuk melakukan apapun, karena dunia anak adalah dunia pengembangan kreatifitas. Ditakutkan bila sejak kecil sudah dilarang-larang, kreatifitas anak akan mandek dan ketika tumbuh besar menjadi anak yang penakut.


Apakah memang benar seperti itu?. Padahal jika berkaca kepada apa yang dilakukan oleh pengajar paling sukses sepanjang masa, yaitu Rasulullah j, beliau juga memberikan pengajaran kepada anak-anak. Ketika memberikan pengajaran kepada anak-anak, beliau tidak segan untuk melarang mereka apabila didapati melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan, atau membahayakan. Contoh nyata adalah larangan nabi kepada cucunya sendiri yaitu Hasan bin Ali d, lengkapnya sebagai berikut;
عَنْ أَبِي هُرَيرَة َd : أَخَذَ الحَسَن ُبنُ عَلِيٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا تَمْرَةً مِن تَمْرِ الصَدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ, فَقَالَ رَسُولُ اللهِ j : (( كِخْ كِخْ , اِرْمِ بِهَا, أَمَّا عَلِمْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَدَقَةَ ؟ )) مُتَفَقٌ عَلَيْهِ
Hasan bin Ali mengambil kurma sedekah kemudian memasukannya ke dalam mulut bersiap memakannya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berseru,”jangan jangan !!!, buanglah kurma itu, apakah engkau tidak tahu bahwa kita tidak boleh memakan sedekah?”. HR Bukhari dan Muslim
Itulah contoh yang diberikan oleh Rasulullah dalam mengajari anak-anak, beliau tak segan melarang cucunya sendiri ketika melakukan hal yang diharamkan bagi keluarganya. Dari hadis ini diambil kesimpulan bolehnya mengajarkan hal yang bermanfaat kepada anak-anak, boleh juga melarang mereka dari hal-hal yang membahayakan, dan dari memakan hal-hal yang diharamkan walaupun mereka belum dibebani syariat, agar mereka terbiasa (Bahjatun Nadhirin, hal 381).
Dalam al-Qur’an Allah juga menerangkan sebuah wasiat yang berisi larangan. Berasal dari ayah yang belas kasih kepada anaknya;
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Luqman : 13)
Anak memang harus dilarang, tapi bukan hanya sekedar larangan. Tapi larangan yang dibarengi dengan penjelasan. Agar anak menjadi paham apa yang dilakukannya salah dan mengerti bagaimana yang benar. Sebagaimana yang diceritakan oleh Umar bin Abi Salamah, ia bertutur :”Dahulu aku seorang anak yang berada di bawah bimbingan Rasulullah j, pernah aku ikut jamuan dan tanganku mengambil hidangan dengan acak. Maka Rasulullah j menegurku,”Wahai anakku bacalah ‘bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari hidangan yang terdekat”Sejak itu begitulah caraku makan”. HR Bukhari & Muslim.
Begitulah seorang pengajar mendidik murid-muridnya, tidak segan-segan melarang anak didiknya apabila melakukan hal yang tidak diperbolehkan ataupun yang membahayakan. Mencontoh apa yang dilakukan oleh Rasulullah j dalam mendidik anak kecil. Akan tetapi harus diperhatikan larangan yang diberikan bukan berupa kemarahan atau bahkan gertakan, tapi dengan cara yang lembut sesuai dengan keadaan anak. Selain itu juga larangan tidak terlalu sering diucapkan, apabila kegiatan yang dilakukan anak tidak membahayakan dirinya. Karena hal yang terlalu sering diucapkan akan menjadi hambar dan tidak lagi bertaji.

Bukateja, 19 Januari 2014.
Disempurnakan saat matahari menanjak naik, 7/12/2014

Related Posts

0 komentar: