Agar kita mendapatkan manisnya Ramadhan, yaitu pahala yang berlimpah dan
ampunan serta rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka hal ini
jangan sampai kita tinggalkan.
Meninggalkan
Hal-hal yang Mengikis Pahala Puasa
Berpuasa
bukanlah hanya menahan diri dari makan, minum, berhubungan badan antara suami
istri, dan hal-hal lain yang dapat membatalkannya. Akan tetapi yang dinamakan
puasa pada hakikatnya adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat
bagi kehidupan akhirat kita.
Di
antara hal-hal yang berpotensi besar mengikis pahala puasa kita sampai habis
adalah menggunjing dan berdusta. Dua dosa yang dianggap remeh oleh kebanyakan
orang, akan tetapi harus kita waspadai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengingatkan;
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ
وَالجَهْلَ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَه
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta, beramal dengannya, serta berlaku
bodoh, maka allah tidak butuh kepada puasanya”. (HR
Bukhari no. 6057)
Salah seorang sahabat nabi yang
mulia menyampaikan nasehatnya,”Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya
pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal
haram. Janganlah kamu menyakiti tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawalah di
hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu
sama saja”. (Lathaa’iful Ma’arif karya Ibnu Rajab al-Hambali, hal. 292)
Memperbanyak Doa dan Dzikir
Bulan
Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi seorang hamba untuk memperbanyak berdoa
kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengabarkan dalam sabdanya;
((ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ : دَعْوَةُ
الصَّائِمِ, وَ دَعْوَةُ المُسَافِرِ, وَ دَعْوَةُ المَظْلُومِ))
“Tiga doa
yang dikabulkan oleh Allah, yaitu doa seorang yang berpuasa, doa seorang
musafir, dan doa orang yang terdzalimi”. (HR al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman
dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah ash-Shahihah no. 1797)
Hendaknya orang yang berpuasa
memperbanyak berdoa, memohon kepada Allah agar puasa yang dilakukan diterima
oleh-Nya, dan tidak termasuk orang-orang yang terhalang dari mendapatkan
kebaikan Ramadhan. Juga ia meminta kepada Allah ‘azza wa jalla agar
dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan tahun berikutnya dan dimudahkan
untuk beribadah di dalamnya.
Selain itu, hendaknya ia senantiasa membasahi lisannya dengan berdzikir
mengingat Allah ta’ala. Agar lisannya terhindar dari perbuatan yang sia-sia dan
kata-kata yang tidak baik.
Sebagai
penutup marilah kita melaksanakan seluruh amalan-amalan ibadah yang
disyariatkan di bulan Ramadhan dengan ikhlas dan mengikuti petunjuk yang
disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena dua hal
tersebut merupakan syarat diterimanya amal ibadah yang kita kerjakan. Di antara
ayat dan hadits yang menekankan dua hal tersebut adalah;
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا
لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ ٥
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya…” (QS
al-Bayyinah : 5)
Kemudian disambung dengan sabda nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam;
((مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ))
“Barangsiapa
yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan
itu tertolak”. (HR Muslim)
Oleh karena itu kita jadikan
bulan Ramadhan ini sebagai tempat pendadaran atau kawah Candradimuka. Sehingga
selepas bulan Ramadhan kita sudah tertempa dan rutin melaksanakan ibadah-ibadah
yang sudah kita latih selama sebulan penuh. Hasil akhirnya semoga kita bisa
mengecap manisnya Ramadhan dan menjadi hamba-hamba Allah jalla wa ‘ala yang
bertakwa. Yaitu hamba yang taat melaksanakan perintah-Nya dan patuh untuk
menjauhi larangan-laranganNya.
0 komentar: