Apabila suatu saat kita melihat seseorang dengan seenaknya membuang
sampah di trotoar, padahal di dekatnya tergeletak tong sampah. Dalam penilaian
kita apakah perbuatan tersebut dapat kita benarkan? Jawabannya tentu saja
tidak, membuang sampah seharusnya di tempat sampah bukan di trotoar. Itulah
sedikit gambaran dari sebuah perbuatan yang dinamakan kedzaliman, yaitu
meletakan sesuatu tidak pada tempatnya.
Kedzaliman bertingkat-tingkat
bentuknya, dari tingkat paling rendah sampai tingkat tertinggi. Sehingga
orang-orang yang berbuat kedzaliman akan menerima balasan yang ngeri tak
berperi. Allah ta’ala
menceritakan kesudahan bagi orang-orang yang dzalim dalam ayatNya yang
berbunyi;
إِنَّمَا
السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ
بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (42)
“Sesungguhnya jalan bagi
orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampui batas di muka bumi
tanpa hak, bagi mereka adzab yang pedih”. (QS. Asy-Syuro : 42)
Tak sampai di situ saja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan hukuman lain bagi
mereka, yaitu kegelapan pada hari kiamat. Hal ini terekam dalam sabda beliau;
«اتقوا
الظلم, فإن الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Jauhilah
kedzaliman, karena kedzaliman merupakan kegelapan pada hari kiamat”. HR
Muslim no.2578
Maka
marilah kita jaga diri kita agar jangan sampai berbuat kedzaliman, mengingat
adzab yang disiapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bagi hambaNya yang berbuat
dzalim sangat pedih. Lalu bagaimana jika kita sudah bisa berlepas diri dari
kedzaliman akan tetapi masih ada saudara kita yang ringan untuk berbuat
kedzaliman, entah itu menyalahgunakan kekuasaan, ringan tangan, menilep harta
orang lain dan lain sebagainya. Apa yang mestinya kita lakukan terhadap orang
tersebut?.
Dalam
hal ini kita harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk yang
beliau arahkan. Beliau menyarankan dalam hadits berikut ini;
انْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَصَرْتُهُ
مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: تَكُفُّهُ عَنِ الظُّلْمِ،
فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ
“Tolonglah
saudaramu yang berbuat dzalim atau didzalimi! Para sahabat menukas:”Wahai
Rasulullah, tentu kami akan menolong orang yang didzalimi, akan tetapi
bagaimana kami akan menolong orang yang dzalim?”. Beliau menjawab:”Engkau mencegahnya
agar jangan sampai berbuat dzalim, itu bentuk pertolonganmu kepadanya.” (HR
Tirmidzy no. 2255 dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albaniy)
Itulah
bentuk pertolongan yang bisa kita lakukan terhadap orang yang dzalim, dengan
cara mencegahnya dari perbuatan dzalim yang biasa dilaksanakan. Di antara
bentuk menolong orang yang dzalim adalah mencegah orang lain dari perbuatan
syirik. Karena Allah telah menegaskan bahwasanya kesyirikan merupakan
kedzaliman yang paling dzalim. Allah menghikayatkan perkaatan seorang hamba
yang shalih ketika memberikan wejangan kepada anaknya. Isi wejangan tersebut
adalah;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ
يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13)
“Ingatlah tatkala Luqman
memberikan wejangan kepada anaknya, Wahai anaku janganlah engkau menyekutukan
Allah. Sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang besar”. (QS. Luqman : 13)
Maka
sudah sepantasnya bagi kita untuk melarang saudara kita berbuat
syirik, sebagai pengamalan hadits di atas. Jadi biarkan saja ada suara sumbang
yang terdengar ketika kita berusaha menjelaskan bahayanya kesyirikan, mencegah
orang berbuat syirik, dan hal-hal lain yang berbau kesyirikan. Karena hal ini
merupakan bukti cinta kita kepada Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dimaklumi bahwa bukti cinta terhadap seseorang adalah mau
melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh sang pujaan hati, apalagi ini
adalah titah dari Rasulullah untuk menolong saudaranya yang terjerembab dalam
lembah kedzaliman. Lebih pantas lagi untuk kita laksanakan.
Lalu
bagaimana apabila ada orang yang berkilah:”untuk apa kita repot-repot menolong
orang yang dzalim, bukankah dia sendiri nanti yang akan menanggung dosanya,
Allah ta’ala juga sudah berfirman;
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ
إِذَا اهْتَدَيْتُمْ (105)
“Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri. Tidak akan memudharatkan
kalian orang yang sesat apabila kalian telah mendapatkan petunjuk”.
(QS. Al-Ma’idah : 105)
Kita
jawab saja,”dalilnya memang benar tapi diletakan pada tempatnya, sesuai dengan
hadits di bawah ini;
قَالَ أَبُو بَكْرٍ: بَعْدَ أَنْ حَمِدَ اللَّهَ، وَأَثْنَى
عَلَيْهِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الْآيَةَ،
وَتَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا: {عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا
يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ} [المائدة: 105]، قَالَ: عَنْ
خَالِدٍ، وَإِنَّا سَمِعْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
«إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ
فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ» وَقَالَ عَمْرٌو: عَنْ هُشَيْمٍ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: «مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، ثُمَّ يَقْدِرُونَ
عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا، ثُمَّ لَا يُغَيِّرُوا، إِلَّا يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمُ
اللَّهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ»
“Abu
Bakr berkata setelah memuji Allah,”Wahai sekalian manusia, kalian membaca ayat
ini, dan meletakkannya tidak pada tempatnya (Jagalah diri kalian, tidak
memudharatkan kalian orang yang sesat apabila kalian telah mendapat petunjuk)
[Al-Maidah : 105]. Ia melanjutkan : “dari Khalid”. Kami mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sesungguhnya manusia jika melihat orang
yang berbuat kedzaliman dan tidak mencegahnya, nyaris saja Allah akan
menimpakan hukuman bagi mereka semua”. Dan berkata ‘Amr, dari Husyaim, dan aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur:”Tidaklah dilakukan
kemaksiatan pada suatu kaum, mereka mampu untuk merubahnya, akan tetapi mereka
tidak merubahnya, kecuali nyaris saja Allah menimpakan hukuman bagi mereka
semua.” HR Tirmidziy no. 4338 dan dinilai shahih oleh Syaikh
Albaniy.
Begitulah gambaran yang
sekiranya bisa kita lakukan ketika melihat kedzaliman merebak di sekitar. Bukan
hanya fokus untuk membantu orang yang didzalimi, akan tetapi kita juga harus
menolong orang-orang yang dzalim melancarkan aksi kedzalimannya. Apabila kita
mampu untuk mencegah, namun ogah-ogahan. Tunggu sajalah hukuman yang
akan Allah timpakan kepada kita semua. Kita berlindung dari adzab Allah yang
sangat pedih terhadap kedzaliman dan para pelakunya.
Wa shalatu
was salamu ‘ala nabiyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa salam
0 komentar: